Provinsi Metro

Pada masa orde baru, dari 27 provinsi yang ada di Indonesia, ada 3 provinsi yang khusus, yakni Daerah Istimewa Yogyakarta, Daerah Istimewa Aceh dan Daerah Khusus Ibukota Jakarta. DI Aceh istimewa dengan kekhususannya status kepala daerahnya, DI Aceh dengan kekhususan otonominya dan DKI karena kekhususan fungsinya. Setelah era reformasi, Papua menjadi provinsi khusus dengan status otonomi khususnya (otsus). Dengan demikian daerah istimewa dari segi legislasinya bertambah 1 dari 2 menjadi 3, sementara daerah istimewa dari segi kekhasannya demografi dan strukturnya hanya tetap satu-satunya Jakarta.


Jakarta sebagai model provinsi khusus, yakni provinsi yang bercirikan kota metropolitan, dalam perkembangannya saat ini bukan satu-satunya kota besar di Indonesia. Di Indonesia, kota yang berpenduduk lebih dari 2 juta jiwa tercatat 6 kota yakni Medan, Tangerang, Depok, Bandung, Bekasi dan Surabaya. Secara penegakan keamanan, kota-kota ini ditangani oleh Kapolwiltabes yang menaungi beberapa polresta. Dari segi beban kerja, wali kota bertanggung jawab atas nasib jiwa yang lebih besar daripada beberapa provinsi yang ada di Indonesia.

Oleh karenanya, para pengambil kebijakan perlu memikirkan pola provinsi khusus yang baru yakni provinsi metro dengan alasan-alasan:
1. Demografis
2. Politis
3. Sosial Keamanan
4. Ekonomis

Alasan Demografis
Jumlah penduduk pada 6 kota besar tersebut sekitar 2 juta jiwa lebih. Jumlah ini lebih besar daripada jumlah penduduk di 10 provinsi Indonesia, yakni:
1. Provinsi Bangka Belitung
2. Provinsi Kepri
3. Provinsi Bengkulu
4. Provinsi Kalimantan Tengah
5. Provinsi Gorontalo
6. Provinsi Sulawesi Tenggara
7. Provinsi Maluku
8. Provinsi Maluku Utara
9. Provinsi Papua
10. Provinsi Irian Jaya Barat

Menampung jumlah penduduk sebanyak itu, keruwetan yang menjadi beban seorang walikota dalam bidang kependudukan lebih kurang sama dengan keruwetan yang ditangani para gubernur di 10 provinsi tersebut.

Politis
Meskipun dari segi jumlah anggota DPR, kota-kota besar mendapatkan perwakilan DPR yang sama proporsional dengan provinsi-provinsi kecil tersebut, tetapi kota besar tersebut tidak terwakili di DPD di mana provinsi-provinsi tersebut mendapatkan 4 orang perwakilan di DPD. Dari segi perjuangan politis, provinsi-provinsi tersebut terwakili oleh seorang gubernur dan ketua DPRD yang mendapatkan akses langsung ke pemerintah pusat, sementara para walikota harus melalui koordinasi dengan gubernur provinsinya masing-masing.

Sosial Keamanan
Karena tanggungan kriminalitas yang ditanggung kota besar cukup besar, maka kepolisian menempatkan seorang kapolwiltabes di kota-kota besar seperti surabaya dan makassar. Kapolwiltabes menaungi beberapa orang kapolresta. Artinya kapolresta di kota besar memiliki jalur antara, sementara pada provinsi-provinsi umum mereka langsung punya akses ke kapolda.

Permasalahan sosial yang ditangani oleh walikota cukup kompleks, dan kadang-kadang permasalahan sosial dalam tingkatan yang cukup layak untuk mendapatkan perhatian dari pemerintah pusat.

Ekonomis
Kota besar memiliki struktur ekonomi yang spesifik dibandingkan dengan daerah-daerah tingkat dua yang ada di provinsi bersangkutan. Kota besar juga sangat berkaitan dengan kabupaten di dekatnya, misalnya Kota Bekasi dengan Kabupaten Bekasi, Kota Tangerang dengan Kabupaten Tangerang, Kota Surabaya dengan Kabupaten Sidoarjo dan Kabupaten Gresik. Kota besar dan kabupaten yang berhubungan sesungguhnya layak berada dalam satu garis kebijakan dan pengembangan ekonomi yang sama, dengan suatu sistem yang menciptakan satu sinergi. Sebaliknya dengan kedudukan walikota yang hanya setaraf dengan Bupati, untuk koordinasi musti meminta bantuan dari gubernur.

Satu DPRD
Model Provinsi adalah model yang unik seperti Kota Jakarta. Pada era orde baru misalnya, Gubernur Jakarta dalam legislasinya hanya dipartneri oleh satu DPRD tingkat provinsi. Tidak ada DPRD Tingkat II. Dalam era reformasi, kekhususan tiadanya DPRD tingkat II untuk daerah provinsi musti dipertahankan agar sinergi pembangunan tetap tercipta. Walikota dapat saja dipilih langsung, tetapi dengan ketentuan-ketentuan bahwa tidak akan menimbulkan kontra atas kebijakan sang gubernur.

Percepatan optimalisasi Potensi
Kota-kota besar memiliki potensi khusus sebagai daerah industri, pusat perdagangan dan jasa bagi daerah-daerah sekitarnya. Sebaliknya daerah terkait menjadi titik pemukiman, rekreasi. Apabila dikoordinasikan lewat seorang gubernur, optimalisasi potensi dan problem solving dapat ditingkatkan.
Share:

No comments:

Post a Comment

Recent Posts

PENCARIAN

Label

Postingan Populer