PERAMPASAN HAK MASYARAKAT SEMELINANG

Lanjutan Hak Ulayat Semelinang Babu

A. MIGRASI

Masyarakat Riau pada masa lalu mengandalkan transportasi sungai, oleh karenanya pemukiman masyarakat berfokus pada sungai dan anak-anak sungainya. Semenjak berjalannya pemerintahan Belanda, telah mulai dibuka jalan raya, meskipun belum memadai untuk dilalui dan tetap mengandalkan sungai sebagai jalur transportasi utama.

Pada masa itulah, secara berangsur-angsur masyarakat migrasi ke hilir Sungai Semelinang. Pertama-tama di kawasan yang sekarang menjadi areal transmigrasi Serai Wangi dan Pandan Wangi, kemudian lebih menghilir lagi ke daerah Semelinang Darat karena lebih dekat dengan Pasar Peranap.

Tetapi, meskipun begitu, Semelinang Babu masih tetap menjadi andalan hidup masyarakat, terutama untuk keperluan menakik getah jelutung, getah balam, rotan, damar dan berbagai hasil hutan lainnya, karena inilah keterampilan hidup yang diwariskan oleh nenek moyang.

B. PERAMPASAN HAK MASYARAKAT SEMELINANG

Melihat kondisi DAS Semelinang Tengah yang ditinggalkan sebagai pemukiman, Orde Baru melakukan perampasan hak masyarakat Semelinang dengan memberikan akses kepada PT Gunung Pamela untuk membuka kebun karet dengan kedok transmigrasi. Masyarakat berusaha melawan, tetapi kekuatan senjata Orde Baru menyebabkan masyarakat menyerah. Meskipun hanya sebagian lahan yang digantirugi dengan murah, masyarakat Semelinang hanya pasrah menyaksikan pegawai-pegawai PT bermegah-megahan dengan pakaian warna warni lalu lalang di depan mereka. Sementara masyarakat dengan badan yang tidak berbaju dan tinggal di rumah-rumah pondok sederhana hanya diam menyaksikan. Berdirinya kavlingan transmigrasi di Semelinang Tengah memisahkan masyarakat Semelinang Darat dengan Semelinang Babu dan Lubuk Takeh Pocah. Tetapi untungnya, Semelinang Babu tidak diganggu sehingga pekuburan masyarakat di Lubuk Takeh Pocah, Pekuburan Batu Intan dan Pekuburan Teratak masih utuh.

Tetapi nasib pekuburan tersebut mungkin akan berbeda. Pada tanggal 25-08-1992 terbit Keputusan Menteri Kehutanan No. 836/Kpts-11/1992 yang memberikan izin HPHTI Pola Transmigrasi kepada PT. Essa Indah Timber seluas ± 12.000 ha sesuai Surat Permohonan Direktur PT. Essa Indah Timber No. 1517/EIT-HTI/PKU/XI/1993 tanggal 28 September 1993 dalam rangka pelaksanaan pembangunan HTI Transmigrasi PT. Rimba Peranap Indah, serta surat Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehutanan Propinsi Riau No. 2567/Kwl-4/1993 tanggal 30 November 1993. Permohonan tersebut diperkuat oleh Rekomensasi Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Propinsi Riau No. 522/EK/629 tanggal 22 Februari 1994 di areal seluas ± 12.600 ha, dengan alokasi 600 ha untuk penempatan transmigrasi sebanyak ± 300 KK yang lokasinya terletak di Kecamatan Pangkalan Kuras Kabupaten Dati II Kampar serta Kecamatan Peranap dan Pasir Penyu Kabupaten Dati II Indragiri Hulu. PT. Rimba Peranap Indah merupakan perusahaan patungan antara PT. Essa Indah Timber dengan PT. Inhutani (BUMN Departemen Kehutanan) sesuai Akta Notaris No. 58 tahun 1993 tanggal 13 Juli 1993.

Pemberian izin tersebut tidak pernah melibatkan masyarakat adat di bawah kepemimpinan Orang Kaya Setia Kumara termasuk masyarakat Semelinang. Diduga, persetujuan masyarakat hanya berupa tanda tangan Kepala Desa saat itu serta beberapa tokoh masyarakat yang berada di bawah ancaman Orde Baru yang sangat kuat. Akibat izin tersebut, Mata Air Semelinang Babu rusak parah, sementara pekuburan masyarakat di SEMELINANG GODANG musnah akibat operasi alat berat perusahaan.

C. PELANGGARAN-PELANGGARAN PERUSAHAAN

Membandingkan antara izin yang diberikan kepada perusahaan dengan kenyataan di lapangan, maka terdapat beberapa pelanggaran perusahaan, yakni:

1. Tidak ada pembukaan lokasi transmigrasi sebagaimana Kepmen Transmigrasi dan Pemukiman Perambah Hutan No. Kep.21/MEN/1993 tanggal 5 Juli 1993 kepada PT. Essa Indah Timber.

2. Kawasan Budidaya Pertanian seluas ± 980 ha sesuai Perda No. 10 tanggal 19 Agustus 1994 tidak pernah direalisasikan.

3. Tidak ada program pemberdayaan masyarakat dan pelestarian lingkungan sebagaimana Kepmenhut No. 598/Kpts-II/1996, Bunyi Kedua Point 7 yakni “melaksanakan kegiatan pengusahaan Hutan Tanaman Industri dengan kemampuan sendiri/patungan, meliputi kegiatan-kegiatan penanaman, pemeliharaan, pemungutan, pengolahan dan pemasaran sesuai Rencana Karya pengusahaan HTI menurut ketentuan-ketentuan yang berlaku serta berdasarkan azas manfaat, azas kelestarian dan azas perusahaan.”

Point 11 “membantu meningkatkan taraf hidup masyarakat yang berada di dalam atau di sekitar areal kerjanya.

4. Tidak menghormati warisan masyarakat adat Semelinang di dalam areal dan melanggar Bunyi Keempat Point 1 Kepmenhut No. 598/Kpts-II/1996yakni “Apabila di dalam areal HPHTI terdapat lahan yang telah menjadi tanah milik, perkampungan, tegalan, persawahann atau telah diduduki dan digarap oleh pihak ketiga, maka lahan tersebut dikeluarkan dari areal HPHTI” dan Bunyi Ketiga Kepmenhut No. 1616/KPTS-II/2001, “Penetapan Batas areal kerja HPHTI ini tidak meniadakan adanya hak-hak Pihak ketiga yang berkaitan dengan hak-hak atas tanah yang didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.”

D. KELALAIAN-KELALAIAN PERUSAHAAN

Di samping pelanggaran-pelanggaran, cacat perizinan maka dalam pelaksanaannya PT. RPI juga telah melakukan beberapa kelalalaian sebagai berikut:

1. Tidak adanya sosialisasi kepada masyarakat Semelinang Darat yang mewarisi ulayat Semelinang Babu.

2. Tidak adanya verifikasi di lapangan mengenai kebun masyarakat, tanah peladangan masyarakat dan tanah pekuburan masyarakat Semelinang yang ada di Semelinang Babu dan sekitarnya.

3. Tidak adanya pemancangan batas antara lahan konsesi dengan lahan masyarakat.

E. PENUTUPAN

Pada dasarnya Pemerintah, Menteri Kehutanan dan Dinas Kehutanan telah memberikan izin kepada dunia swasta dengan tujuan di samping meningkatkan pendapatan daerah juga untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Tetapi dalam kenyataannya, pelanggaran-pelanggaran prinsip telah dilaksanakan.

Dengan pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh PT. RPI atas ketentuan-ketentuan dalam perizinan yang diperolehnya, maka sudah selayaknya maka izin atas PT. RPI dicabut atau diberikan tindakan lain sesuai ketentuan perundang-undangan.

Tetapi bagi masyarakat Semelinang sendiri, yang terlebih penting adalah dibebaskannya ulayat adat Semelinang dari penguasaan oleh PT. RPI sehingga masyarakat Semelinang dapat melestarikan hutan Semelinang Babu termasuk juga peninggalan-peninggalan leluhur yang ada terutama pemakaman nenek moyang Semelinang.

Demikian kami sampaikan agar dapat dipertimbangkan dan ditinjaklanjuti oleh pihak yang berkewenangan.

Perangkat Desa dan Pemuka Adat Desa Semelinang Darat

Share:

No comments:

Post a Comment

Recent Posts

PENCARIAN

Label

Postingan Populer